Supriyadi
Siapa
sih yang tidak kenal dengan sosok pahlawan satu ini. Kalo elo-elo gak
tau, tandanya pas pelajaran sejarah pada tidur di kelas ya,
hehehe…Supriyadi adalah pahlawan nasional Indonesia, pemimpin
pemberontakan pasukan Pembela Tanah Air (PETA) terhadap pasukan
pendudukan Jepang di Blitar pada Februari 1945. Ia ditunjuk sebagai
menteri keamanan rakyat pada kabinet pertama Indonesia, namun tidak
pernah muncul untuk menempati jabatan tersebut. Pada waktu itu,
Supriyadi memimpin sebuah pasukan tentara bentukan Jepang yang
beranggotakan orang orang Indonesia. Karena kesewenangan dan
diskriminasi tentara Jepang terhadap tentara PETA dan rakyat Indonesia,
Supriyadi gundah. Ia lantas memberontak bersama sejumlah rekannya
sesama tentara PETA. Namun pemberontakannya tidak sukses. Pasukan
pimpinan Supriyadi dikalahkan oleh pasukan bentukan Jepang lainnya,
yang disebut Heiho.
Kabar yang berkembang kemudian, Supriyadi
tewas. Tetapi, hingga kini tidak ditemukan mayat dan kuburannya. Oleh
karena itu, meski telah dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh
pemerintah, keberadaan Supriyadi tetap misterius hingga kini. Sejarah
yang ditulis pada buku-buku pelajaran sekolah pun menyebut Supriyadi
hilang.
Namun yang membikin sosok Supriyadi semakin misterius
adalah banyaknya kemunculan orang-orang yang mengaku sebagai
Supriyadi. Salah satu yang cukup kontroversial adalah sebuah acara
pembahasan buku ‘Mencari Supriyadi, Kesaksian Pembantu Utama Bung
Karno’, yang diadakan di Toko Buku Gramedia di Jalan Pandanaran
Semarang. Dalam acara itu, seorang pria sepuh bernama Andaryoko Wisnu
Prabu membuka jati diri dia sesungguhnya. Dia mengaku sebagai
Supriyadi, dan
kini berusia 88 tahun.
Namun sampai sekarang
pengakuan tersebut belum bisa dibuktikan kebenarannya, meski secara
perawakan dan sejumlah saksi membenarkan klaim tersebut.
Tan Malaka
Salah
satu sosok pahlawan nasional kita yang terlupakan. Mungkin salah
sedikit (atau satu-satunya) sosok pahlawan yang memiliki kisah
petualangan dari negara ke negara lain dan menjadi sosok yang paling
dicari oleh Belanda dan banyak negara lain. Selain itu, pada masa
revolusi kemerdekaan keberadaannya selalu dicari oleh para pejuang pada
saat itu (termasuk oleh Bung Karno) karena hobinya melakukan
penyamaran untuk menghindari mata-mata musuh, sehingga sosoknya selalu
misterius dan tidak banyak yang mengenal dengan pasti seperti apa
sosok yang bernama asli Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka itu.
Namun
sayangnya keberadaan dari tokoh aliran kiri ini hilang secara
misterius dalam pergolakan revolusi kemerdekaan itu. Konon kabarnya Tan
Malaka dibunuh pada tanggal 21 Februari 1949 atas perintah Letda
Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya di daerah Kediri, Jawa
Timur. Hingga kini makamnya tidak pernah bisa ditemukan.
Gunadarma
Borobudur
dan Gunadarma adalah dua nama yang tidak bisa terpisahkan. Dalam
sejumlah literatur, Candi Borobudur diarsiteki oleh sekelompok kaum
atau sekelompok brahmana yang meletakkan dasar pada sebuah tempat
pemujaan nya dan kemudian entah beberapa waktu kemudian (kemungkinan
bisa puluhan, ratusan atau malah ribuan) dibuatkan sebuah proyek mega
raksasa, pemberian sebuah “kulit” yang katanya dikepalai oleh seorang
arsitek bernama Gunadarma.
Sedangkang siapa sebenarnya sekelompok
kaum brahmana yang terdahulu tidak diketemukan catatan resmi tentang
mereka, kemudian cerita tentang kepala penanggung jawab mega proyek
pembuatan “kulit” situs tersebut yaitu Gunadarma juga tidak ada sebuah
keterangan resmi mengenainya, bisa jadi kata Gunadarma adalah sebuah
kata symbol dan bukan merupakan nama seseorang.
Kalau memang
benar Gunadarma yang mengarsiteki pembangunan Candi Borobudur, maka
perlu kita acungi jempol (kalo perlu pake empat kaki!) bagaimana
Gunadarma melakukan perencanaan yang tepat dengan kondisi teknologi
yang pada saat itu belum begitu canggih. Namun sampai saat ini nama
Gunadarma dan Borobudur itu sendiri masih menjadi misteri yang belum
bisa diungkapkan dengan tuntas.
Ki Panji Kusmin
Suatu
ketika majalah Sastra, dengan cetakan tahun VI No. 48, Agustus 1968,
memuat sebuah cerpen yang berjudul Langit Makin Mendung yang dikarang
oleh Ki Panji Kusmin (diduga ini nama samaran). Cerpen ini bercerita
tentang Nabi Muhammad yang memohon izin kepada Tuhan untuk menjenguk
umatnya. Disertai malaikat Jibril, dengan menumpang Bouraq, Nabi
mengunjungi Bumi. Namun Bouroq bertabrakan dengan satelit Sputnik
sehingga Nabi serta Malaikat Jibril terlempar dan mendarat di atas
Jakarta. Di situ Nabi menyaksikan betapa umatnya telah menjadi umat yang
bobrok. Cerpen ini adalah sindiran terhadap laku keagamaan masyarakat
luas yang ”menyimpang” pada waktu yang belum jauh berselang dari
terjadinya Tragedi 1965.
Namun akibat penerbitan Cerpen yang
bikin heboh umat ini, Ki Panji Kusmin dituduh telah melakukan penodaan
terhadap agama karena mempersonifikasikan Tuhan, Nabi Muhammad, dan
Malaikat Jibril. Tanpa ampun lagi H.B. Jassin selaku penanggung jawab
majalah itu dibawa ke pengadilan dan dipaksa untuk mengungkap siapa
sebenarnya Ki Panji Kusmin. H.B. Jassin menolak untuk mengungkap jati
diri Ki Panji Kusmin. Untuk itu ia dituntut Pengadilan Tinggi Medan
dan divonis in absentia berupa kurungan selama satu tahun dan masa
percobaan dua tahun.
Dan sampai saat ini pun identitas dari Ki Panji Kusmin tidak terungkap dan dibawa hingga ke liang lahat oleh H.B. Jassin.
Imam Sayuti alias Tebo
Suatu
hari, pada 1970 hiduplah sepasang suami-istri Fai dan Nasikah di
lereng Gunung Watungan, Desa Wuluhan, Kecamatan Ambulu, Kabupaten
Jember, Jawa Timur. Fai bekerja sebagai kuli bangunan, istrinya membantu
mencari kayu di hutan Ambulu. Masih pengantin baru, konon mereka
belum sempat berhubungan suami-istri, Fai pergi ke kota untuk bekerja
di proyek. Fai pun pamit untuk jangka waktu lama.
Ternyata,
baru tiga hari pamitan, ‘Fai’ pulang lagi menemui Nasikah. (Dipercaya
sebagai gendruwo atau makhluk halus. Postur, cara bicara, suara, dan
perilakunya persis Fai, sang suami asli). Nah, si gendruwo yang
menyamar sebagai Fai ini kemudian menyetubuhi Nasikah.
Nasikah,
wanita desa itu, tenang-tenang saja karena menganggap ‘laki-laki’ itu
suaminya yang sah. Bulan ketujuh Nasikah hamil, Fai palsu pamit.
Datanglah Fai yang asli. Maka gegerlah sudah keluarga baru ini. Untung
saja, ulama terkemuka di Ambulu meminta Fai untuk bersabar karena
istrinya tidak selingkuh. Ada pesan atau isyarat spiritual yang
terjadi dengan istrinya. Lalu, lahirlah bayi penuh rambut di tubuh
dengan bintik-bintik merah. Orang tuanya memberi nama Imam Sayuti. Tapi
laki-laki kekar ini diberi nama gaib, Tebo, sesuai dengan petunjuk
‘dari langit’. Tebo kemudian diasuh oleh pasangan suami-istri ini
layaknya anak mereka sendiri.
Sosok ini cukup menarik perhatian
ketika Tebo dititipkan oleh manajer Wahana Misteri (penyelenggara
pameran yang berkaitan dengan hal-hal gaib) pada tahun 1990 dan
menjadi bintang pameran di sana. Akhirnya kontroversi keberadaan sosok
ini merebak.
Tentu suatu hal yang ganjil jika ada makhluk alam
lain bisa ’bersetubuh’ dengan manusia dan melahirkan manusia
’gado-gado’. Hingga saat ini belum ada penelitian yang lebih ilmiah
untuk membuktikan keberadaan ’makhluk’ ini.
Penulis Buku Darmogandhul
Mungkin
di antara karya-karya sastra kuno berbahasa Jawa, kitab Darmogandhul
adalah salah satu sastra Jawa yang sangat kontroversial. Selain isinya
banyak memutarbalikkan ajaran agama tertentu, juga kitab ini sarat
dengan sejumlah keganjilan-keganjilan sejarah sebenarnya.
Walaupun
menggunakan latar belakang kisah runtuhnya Majapahit dan berdirinya
kerajaan Demak Bintara, namun kisah Darmogandhul mencuatkan hal-hal
yang tidak masuk akal pada zamannya. Hal ini didapati pada untaian
kisah berikut:
… wadya Majapahit ambedili, dene wadya Giri pada pating jengkelang ora kelar nadhahi tibaning mimis, …
Maksudnya:
pasukanMajapahit menembak dengan senapan, sedangkan pasukan Giri
berguguran akibat tidak kuat menerima timah panas. Apakah zaman itu
sudah digunakan senjata api dalam berperang? Hal tersebut tidak mungkin
sebab senjata api baru dikenal sejak kedatangan bangsa Eropa ke bumi
Nusantara. Darmogandhul ditulis setelah kedatangan bangsa Eropa, bukan
pada saat peralihan kekuasaan dari Majapahit ke Demak Bintara.
Lalu
siapakah sebenarnya penulis kitab ini? Sampai saat ini belum ada yang
bisa menunjukkan secara pasti siapakah pengarang kitab ’ngawur’ ini.
Namun dari sejumlah analisis tulisan dan latar belakang sejarah dalam
kitab itu, Darmogandhul ditulis pada masa penjajahan Belanda. Penulis
Darmogandul bukan orang yang tahu persis sebab-sebab keruntuhan
Majapahit yakni Perang Paregreg yang menghancurkan sistem politik dan
kekuasaan Majapahit, juga hilangnya pengaruh agama Hindu. Kitab
Darmogandhul diduga hanya produk rekayasa sastra Jawa yang dipergunakan
untuk kepentingan penjajah Belanda.
Baca juga :
Kata Kata Mutiara Tentang Cinta
sumber: http://blognyajose.blogspot.com/2009/12/7-orang-paling-misterius-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar